Nating (2009). Saat itu ada tugas dari dosen untuk melaksanakan proyek perbanyakan tanaman kopi unggulan dengan tehnik sambung pucuk. Rencananya, lahan yang akan di tanami seluas 40 hektar untuk pengembangan ekonomi kerakyatan dengan mengangkat keunggulan tanaman kopi Enrekang untuk di pasok ke beberapa daerah.
Nating, ujung kampung dari kab. Enrekang. Untuk mengunjungi kampung ini kita akan menempuh jarak yang begitu jauh, kondisi jalan yang hanya separuh saja bisa menggunakan kendaraan, itu pun dengan antrian panjang karena hanya ada 2 atau 3 kendaraan saja. Kendaraan alternatif yang bisa digunakan adalah motor yang sudah dirancang khusus untuk pendakian dan jalan berlumpur.
Dari ibukota kecamatan, kita akan melalui jalan rintisan dengan menempuh jarak sekitar 7 kilometer. Pada musim hujan jalanan ini tidak bisa di lalui kendaraan, jadi harus berjalan kaki sejauh 7 kilometer dengan melalui bukit-bukit yang tinggi berpinggirkan jurang yang sangat dalam dengan dinding bukit yang tinggi.
Ketinggian lokasi kira 2000 mdpl atau bisa saja kurang dari itu. Tapi kondisi yang cukup dingin membuat kita harus bertahan hidup sepenuhnya. Satu hal yang membuat kita tersiksa waktu itu, karena hanya perlengkapan seadanya saja yang kami siapkan selama 2 bulan pelaksanaan kegiatan.
Hari pertama di lokasi, kami dimanjakan dengan pemandangan yang menakjubkan dengan keramahan penduduk setempat, hutan yang lebat, air yang begitu jernih dan di suguhi cerita-cerita klasik masyrakat yang sangat beragam. Kami sangat kagum dengan kampung ini, walaupun terpencil tapi cukup berkembang dari segi tekhnologi komunikasi. Mereka membangun sendiri fasilitas kelistrikan dengan memanfaatkan air sunngai yang ada di sekitar mereka. Rasa persaudaraan nampak sekali dengan kegiatan-kegiatan mereka di pagi dan sore hari. Di waktu pagi mereka akan disibukan dengan aktifitas masingi-masing dan di waktu sore mereka berkumpul untuk bermain bola volli dan takrow.
Stadion mini mereka selalu menyuguhi kita dengan pemandangan yang sangat menarik, permainan yang tidak kalah dengan pemain profesional tanpa pelatih. Sungguh potensi yang sangat luar biasa yang sempat kami saksikan. Hari itu kami di ajak main, cuma karena perlengkapan kami tidak memadai dan kami juga tidak begitu ahli, maka kami menolak dengan halus. Hari-hari selanjutnya akan seperti itu, tapi karena kami tidak mau dianggap sombong dan tidak mau bergaul, maka kami memutuskan untuk main apa pun kondisinya agar kami basa lebih menyatu dengan mereka..
Hari kedu kami sudah memulai kesibukan mencari entris, karena bibit kopi sudah siap sebelum kami datang. Pengalaman yang cukup berharga, disanalah kami menemukan bahan yang cukup mudah digunakan dibandingkan menggunakan plastik. Parafilem adalah bahan elastis yang digunakan, dalam periode tertentu bahan ini akan lapuk dan tidak mengganggu pertumbuhan sambungan.
Setiap hari kegiatan kami seperti itu dengan pelaksanaan dua bulan rasanya cukup membosankan. Selama beberapa hari di Natinng dengan hiburan turun gunung mencari jaringan handphone untuk berkomunikasi dengan beberapa orang atau setidaknya meminta bantuan perlengkapan hidup.hehe
Bang Jullo sebagai pimpinan kami disana selalu memberikan motivasi kepada kami dan dia rela berkorban demi kami. Saya akui kehebatannya karena selama disana kami bahkan tidak pernah berkonflik. Andai bang Jul mau maju ke tingkan yang lebih tinggi maka kami akan mengangkatnya, tapi ternyata dia sampai saat ini tetap merendah. Motivator dan pimpinan yang luar biasa.
Selama di Nating kami memiliki rutinitas sebagai pelaksana proyek, tapi karena akses yang susah untuk di jangkau membuat pasokan bahan baku menjadi agak sulit, bukan hanya itu kebutuhan hidup kami juga sedikit menghambat dan salah satu yang kami sepakati antara tim kami adalah dengan berbakti kepada yang punya rumah tau mencari entris terbaik di sekitar kampung agar kita tidak menganggur karna sangat membosankan.
Beberapa kali kami mencari kayu bakar dan mengolahnya sampai bisa di jadikan kayu yang siap digunakan di dapur. Beberapa kali tuang rumah meninggalkan rumah dengan alasan berkunjung kerumah keluarga, padahal kami tahu alasan sesungguhnya kenapa tuan rumah mennggalkan kampung.
Ada hal yang membuat kami kagum dengan kampung ini, mereka sangat menghargai tamu, mereka tidak akan makan kalu tamunya belum makan. Awalnya kami tidak tahu soal itu sehingga kadang kami pulang agak telat sehingga membuat mereka menunggu. Selang beberapa hari kami baru tahu dari salah satu tim, Bahar yang cukup mahir berbahasa disana menceritakan masalah itu. di saat itu kami sudah saling menegur bila kami telat.
Suplai bahan makanan membuat kami kadang ingin cepat meninggalkan tempat itu, tapi lagi-lagi bang Jullo membuat kami tetap bertahan. Kami lalui hari-hari di Nating dengan penuh suka dan duka yang memberikan pengalaman sangat berharga.
Menyaksikan kehidupan mereka membuat kami sangat prihatin, apalagi di bidang pendidikan. Awal adalah salah satu dari kami yang mencoba memberikan usulan untuk membuat bakti sosial nantinya setelah kami kembali dari kampung ini. Rencana itu kami bahas diatas bukit yang ada di Nating. Rencananya setelah kembali ke kota akan mencari dan mengumpulah bantuan untuk persiapan bakti sosial disana. Mungkin karena banyak hal yang membuat kami belum melaksanakan rencana itu sampai saat ini. Tapi saya sangat berharap rencana ini segera terlaksana.
Anak-anak masyrakat disana bersekolah di gedung yang berdinding dengan 3 ruangan, di ruangan itu hanya ada beberapa kursi saja yang di pisahkan didnding untuk kelas lain. Tidak hanya itu mereka juga harus merelakan pendidikan terabaikan karena guru yang jauh di ibukota kecamatan. Mereka kadang hanya belajar 2 hari dalam seminggu dan bahkan tidak belajar sehari pun. Rasanya kami ingin berteriak kepada semua orang tentang kesaksian kami di ujung kampung ini. Ini sadalah salah satu kampung dari sekian banyak kampung yang tertinggal.
Hari ini menjelang 5 tahun kami tinggalkan kampung itu, tapi kami tidak akan pernah lupa dan kami akan selalu berusaha membawa cerita ini dalam hidup kami. Selama janji itu belum terpenuhi makan hal itu menjadi sebuah utang yang harus di bawa mati. Saat ini saya berfikir untuk menghubungi kembali teman-teman yang pernah menyaksikan penderitaan saudara yang ada di ujung kampung itu.
Nating yang memiliki tradisi unik, ketika acara pindah rumah semua masyrakat di undang untuk hadir dalam acara tersebut. Uniknya antara ayam dan kuahnya dipisah, jadi nasi 1 piring, kuah 1 mangkok dan sayur dalam satu tempat yang besar. Pada saat makan kuah tidak boleh di campur dengan ayamnya tapi bisa di celup dan tidak di sediakan ar minum, karena kuahnya sudah menjadi air minum, minum hanya dibolehkan di luar rumah atau di rumah orang lain.
Tradisi ini baru kami temukan d sini, entah akan bertahan tau akan lebur dimakan jaman, tapi sya yakin untuk melebur butuh puluhan tahun karena akses yang begitu sulit untuk menembus kampung ini.
2 tahun terakhir saya selalu memikirkan apakah saya masih sempat untuk mengunjungi kampung itu yang memiliki sejuta cerita menarik dengan pemandangan alam yang begitu indah. Nating kampung yang jauh terpencil tapi memiliki sumbangsih untuk daerah enrekang, sulawesi dan Indonesia pada umumnya. Mereka penghasil kopi arabika terbesar. Namun beberapa tahun terakhir pendapatan mulai berkurang karena tanaman kopi yang sudah tua dan pengetahuan dalam hal meremajakan tanaman kopi masih minim.
Saya anggap nating adalah daerah yang beruntung, walau pun jauh tapi mereka memiliki daerahnya sendiri atau bisa hidup tenang tanpa kebutuhan khusus. Kampung adalah tempat berkembang paling baik. Modernitas cenderung membuat kita jadi pelupa.
Nating memiliki banyak potensi untuk dikembangkan. Cuma pemerintah tidak melirik ketika daerah itu juah dan tidak memiliki pemasukan yang cukup signifikan..
Sebelum kami pulang dari nating, banyak cerita yang bisa kami bawa pulang, masing-masing dari kami punya cerita yang mengesankan untuk kita bawa buat teman-teman kami. Saya tidak bercerita khusus karena saya anggap teman-teman lebih berhak menceritakannya. Untuk menceritakannya juga butuh teman-temaan mendamping, maklum sudah beberapa tahun berlalu. Hehe.
Saya masih berfikir bagaimana mengakhiri cerita ini, masih banyak kenangan dan masih banyak kejadian yang begitu berharga. Hanya sulit merangkai kata yang bagus untuk saya sampaikan. Yang jelas kami cukup banyak pengalaman yang begitu berharga yang kami rasakan selama di sana yang jauh dari rumah, jauh dari kampung halaman. Tapi semoga dengan cerita kami semakin banyak yang mengenal tentang ujung kampung yang punya banyak cerita. Terima kasih.
Fadil November 2013.
Nating, ujung kampung dari kab. Enrekang. Untuk mengunjungi kampung ini kita akan menempuh jarak yang begitu jauh, kondisi jalan yang hanya separuh saja bisa menggunakan kendaraan, itu pun dengan antrian panjang karena hanya ada 2 atau 3 kendaraan saja. Kendaraan alternatif yang bisa digunakan adalah motor yang sudah dirancang khusus untuk pendakian dan jalan berlumpur.
Dari ibukota kecamatan, kita akan melalui jalan rintisan dengan menempuh jarak sekitar 7 kilometer. Pada musim hujan jalanan ini tidak bisa di lalui kendaraan, jadi harus berjalan kaki sejauh 7 kilometer dengan melalui bukit-bukit yang tinggi berpinggirkan jurang yang sangat dalam dengan dinding bukit yang tinggi.
Ketinggian lokasi kira 2000 mdpl atau bisa saja kurang dari itu. Tapi kondisi yang cukup dingin membuat kita harus bertahan hidup sepenuhnya. Satu hal yang membuat kita tersiksa waktu itu, karena hanya perlengkapan seadanya saja yang kami siapkan selama 2 bulan pelaksanaan kegiatan.
Hari pertama di lokasi, kami dimanjakan dengan pemandangan yang menakjubkan dengan keramahan penduduk setempat, hutan yang lebat, air yang begitu jernih dan di suguhi cerita-cerita klasik masyrakat yang sangat beragam. Kami sangat kagum dengan kampung ini, walaupun terpencil tapi cukup berkembang dari segi tekhnologi komunikasi. Mereka membangun sendiri fasilitas kelistrikan dengan memanfaatkan air sunngai yang ada di sekitar mereka. Rasa persaudaraan nampak sekali dengan kegiatan-kegiatan mereka di pagi dan sore hari. Di waktu pagi mereka akan disibukan dengan aktifitas masingi-masing dan di waktu sore mereka berkumpul untuk bermain bola volli dan takrow.
Stadion mini mereka selalu menyuguhi kita dengan pemandangan yang sangat menarik, permainan yang tidak kalah dengan pemain profesional tanpa pelatih. Sungguh potensi yang sangat luar biasa yang sempat kami saksikan. Hari itu kami di ajak main, cuma karena perlengkapan kami tidak memadai dan kami juga tidak begitu ahli, maka kami menolak dengan halus. Hari-hari selanjutnya akan seperti itu, tapi karena kami tidak mau dianggap sombong dan tidak mau bergaul, maka kami memutuskan untuk main apa pun kondisinya agar kami basa lebih menyatu dengan mereka..
Hari kedu kami sudah memulai kesibukan mencari entris, karena bibit kopi sudah siap sebelum kami datang. Pengalaman yang cukup berharga, disanalah kami menemukan bahan yang cukup mudah digunakan dibandingkan menggunakan plastik. Parafilem adalah bahan elastis yang digunakan, dalam periode tertentu bahan ini akan lapuk dan tidak mengganggu pertumbuhan sambungan.
Bang Jullo sebagai pimpinan kami disana selalu memberikan motivasi kepada kami dan dia rela berkorban demi kami. Saya akui kehebatannya karena selama disana kami bahkan tidak pernah berkonflik. Andai bang Jul mau maju ke tingkan yang lebih tinggi maka kami akan mengangkatnya, tapi ternyata dia sampai saat ini tetap merendah. Motivator dan pimpinan yang luar biasa.
Selama di Nating kami memiliki rutinitas sebagai pelaksana proyek, tapi karena akses yang susah untuk di jangkau membuat pasokan bahan baku menjadi agak sulit, bukan hanya itu kebutuhan hidup kami juga sedikit menghambat dan salah satu yang kami sepakati antara tim kami adalah dengan berbakti kepada yang punya rumah tau mencari entris terbaik di sekitar kampung agar kita tidak menganggur karna sangat membosankan.
Beberapa kali kami mencari kayu bakar dan mengolahnya sampai bisa di jadikan kayu yang siap digunakan di dapur. Beberapa kali tuang rumah meninggalkan rumah dengan alasan berkunjung kerumah keluarga, padahal kami tahu alasan sesungguhnya kenapa tuan rumah mennggalkan kampung.
Ada hal yang membuat kami kagum dengan kampung ini, mereka sangat menghargai tamu, mereka tidak akan makan kalu tamunya belum makan. Awalnya kami tidak tahu soal itu sehingga kadang kami pulang agak telat sehingga membuat mereka menunggu. Selang beberapa hari kami baru tahu dari salah satu tim, Bahar yang cukup mahir berbahasa disana menceritakan masalah itu. di saat itu kami sudah saling menegur bila kami telat.
Suplai bahan makanan membuat kami kadang ingin cepat meninggalkan tempat itu, tapi lagi-lagi bang Jullo membuat kami tetap bertahan. Kami lalui hari-hari di Nating dengan penuh suka dan duka yang memberikan pengalaman sangat berharga.
Menyaksikan kehidupan mereka membuat kami sangat prihatin, apalagi di bidang pendidikan. Awal adalah salah satu dari kami yang mencoba memberikan usulan untuk membuat bakti sosial nantinya setelah kami kembali dari kampung ini. Rencana itu kami bahas diatas bukit yang ada di Nating. Rencananya setelah kembali ke kota akan mencari dan mengumpulah bantuan untuk persiapan bakti sosial disana. Mungkin karena banyak hal yang membuat kami belum melaksanakan rencana itu sampai saat ini. Tapi saya sangat berharap rencana ini segera terlaksana.
Anak-anak masyrakat disana bersekolah di gedung yang berdinding dengan 3 ruangan, di ruangan itu hanya ada beberapa kursi saja yang di pisahkan didnding untuk kelas lain. Tidak hanya itu mereka juga harus merelakan pendidikan terabaikan karena guru yang jauh di ibukota kecamatan. Mereka kadang hanya belajar 2 hari dalam seminggu dan bahkan tidak belajar sehari pun. Rasanya kami ingin berteriak kepada semua orang tentang kesaksian kami di ujung kampung ini. Ini sadalah salah satu kampung dari sekian banyak kampung yang tertinggal.
Hari ini menjelang 5 tahun kami tinggalkan kampung itu, tapi kami tidak akan pernah lupa dan kami akan selalu berusaha membawa cerita ini dalam hidup kami. Selama janji itu belum terpenuhi makan hal itu menjadi sebuah utang yang harus di bawa mati. Saat ini saya berfikir untuk menghubungi kembali teman-teman yang pernah menyaksikan penderitaan saudara yang ada di ujung kampung itu.
Nating yang memiliki tradisi unik, ketika acara pindah rumah semua masyrakat di undang untuk hadir dalam acara tersebut. Uniknya antara ayam dan kuahnya dipisah, jadi nasi 1 piring, kuah 1 mangkok dan sayur dalam satu tempat yang besar. Pada saat makan kuah tidak boleh di campur dengan ayamnya tapi bisa di celup dan tidak di sediakan ar minum, karena kuahnya sudah menjadi air minum, minum hanya dibolehkan di luar rumah atau di rumah orang lain.
Tradisi ini baru kami temukan d sini, entah akan bertahan tau akan lebur dimakan jaman, tapi sya yakin untuk melebur butuh puluhan tahun karena akses yang begitu sulit untuk menembus kampung ini.
2 tahun terakhir saya selalu memikirkan apakah saya masih sempat untuk mengunjungi kampung itu yang memiliki sejuta cerita menarik dengan pemandangan alam yang begitu indah. Nating kampung yang jauh terpencil tapi memiliki sumbangsih untuk daerah enrekang, sulawesi dan Indonesia pada umumnya. Mereka penghasil kopi arabika terbesar. Namun beberapa tahun terakhir pendapatan mulai berkurang karena tanaman kopi yang sudah tua dan pengetahuan dalam hal meremajakan tanaman kopi masih minim.
Saya anggap nating adalah daerah yang beruntung, walau pun jauh tapi mereka memiliki daerahnya sendiri atau bisa hidup tenang tanpa kebutuhan khusus. Kampung adalah tempat berkembang paling baik. Modernitas cenderung membuat kita jadi pelupa.
Nating memiliki banyak potensi untuk dikembangkan. Cuma pemerintah tidak melirik ketika daerah itu juah dan tidak memiliki pemasukan yang cukup signifikan..
Sebelum kami pulang dari nating, banyak cerita yang bisa kami bawa pulang, masing-masing dari kami punya cerita yang mengesankan untuk kita bawa buat teman-teman kami. Saya tidak bercerita khusus karena saya anggap teman-teman lebih berhak menceritakannya. Untuk menceritakannya juga butuh teman-temaan mendamping, maklum sudah beberapa tahun berlalu. Hehe.
Saya masih berfikir bagaimana mengakhiri cerita ini, masih banyak kenangan dan masih banyak kejadian yang begitu berharga. Hanya sulit merangkai kata yang bagus untuk saya sampaikan. Yang jelas kami cukup banyak pengalaman yang begitu berharga yang kami rasakan selama di sana yang jauh dari rumah, jauh dari kampung halaman. Tapi semoga dengan cerita kami semakin banyak yang mengenal tentang ujung kampung yang punya banyak cerita. Terima kasih.
Fadil November 2013.
1 komentar:
aku penduduk asli nating desa kec. bungin kab. enrekang, salam kenal dari aku
Posting Komentar