Kelompok Suku Anak Dalam (SAD) di Sungai Bulian, Tebo Ilir menolak mediasi polisi terkait pencegatan sejumlah peneliti Unja lantaran diduga melanggar aturan adat SAD setempat. Namun para peneliti Unja akhirnya dilepaskan setelah tercapai kesepakatan berupa pembayaran denda adat sebesar Rp 25 juta.
Kelompok SAD menahan peneliti Unja lantaran mereka diduga menebang tanaman Jernang saat hendak melakukan penanaman pohon Bulian di lokasi yang masuk kawasan konsesi PT WKS. Meski tidak melibatkan kepolisian, Polres Tebo tetap memantau perkembangan terakhir kasus menghebohkan itu.
"Pertemuan (penyelesaian) di Jambi, di Unja. Polres standby saja karena SAD (mengaku) nasi periuknya dirusak mahasiswa. Urusannya bukan sama polisi katanya," ungkap AKP Riduan Hutagaol, Kasatreskrim Polres Tebo, Sabtu (28/12) lewat ponselnya. Dia menuding sikap SAD seperti itu lantaran selalu dibela sejumlah LSM.
"Kami ke situ, mereka bilang tidak ada urusan polisi di sini. Jernangan kami dirusak," kata Riduan. Kini menurutnya, hanya mobil saja yang masih tertahan, sedangan peneliti Unja telah diperbolehkan pulang. Pertemuan di Jambi, Polres mengaku tidak ikut. "Kita cuma standby saja," tandasnya. Sebelumnya dikabarkan, sejumlah peneliti Jambi ditahan SAD kelompok Tumenggung Supang.
Kejadian berdasarkan informasi terhimpun, bermula sewaktu rombongan Dr Bambang, dosen Fakultas Pertanian dan sejumlah mahasiswa melakukan penelitian di areal WKS, tepatnya di Sungai Bulian, Kecamatan Tebo Ilir.
Saat hendak membuka lahan guna menanam pohon Bulian, rombongan tidak sengaja menebang pohon pernang yang dianggap larangan di kalangan SAD setempat. Akibatnya, mereka ditahan kelompok SAD dan memintanya dikenai hukum adat berupa ganti rugi sebesar Rp 35 juta.
Menurut Humas PT WKS, Taufik yang mengetahui proses mediasi, Bambang datang ke WKS minta difasilitasi mediasi dengan SAD. SAD sepakat melepaskan rombongan Unja dengan kompensasi membayar denda adat.
"Kami sudah fasilitasi mediasi antara peneliti Unja dengan SAD Kelompok Tumenggung Supang, dan saat ini peneliti yang ditahan sejak hari Rabu (25/12) sudah boleh pulang," jelasnya, kemarin lewat sambungan ponsel. Awalnya kata Taufik, kelompok SAD meminta ganti rugi sebesar Rp 35 juta, namun setelah mediasi ganti rugi sepakat dibayar sebesar Rp 25 juta.
"Untuk pembayaran ganti rugi sebesar Rp 25 juta, akan dilakukan pada Selasa (31/12), sementara mahasiswa yang datanya masih belum kami ketahui tersebut, sudah boleh pulang," jelas Taufik. Ganti rugi lanjut Taufik, sebagian dibantu PT WKS, dan sisanya dari pihak Unja. "Kami membantu setengah untuk ganti ruginya, yang sebagian lagi mungkin dibayar pihak kampus," jelas Taufik.
Pihak Unja belum bisa dikonfirmasi terkait kabar kesepakatan damai itu. Kontak dengan Humas Unja, Ajidirman lewat ponselnya langsung terputus, meski dia sempat mengangkatnya.
Sumber :
Tribun
Kelompok SAD menahan peneliti Unja lantaran mereka diduga menebang tanaman Jernang saat hendak melakukan penanaman pohon Bulian di lokasi yang masuk kawasan konsesi PT WKS. Meski tidak melibatkan kepolisian, Polres Tebo tetap memantau perkembangan terakhir kasus menghebohkan itu.
"Pertemuan (penyelesaian) di Jambi, di Unja. Polres standby saja karena SAD (mengaku) nasi periuknya dirusak mahasiswa. Urusannya bukan sama polisi katanya," ungkap AKP Riduan Hutagaol, Kasatreskrim Polres Tebo, Sabtu (28/12) lewat ponselnya. Dia menuding sikap SAD seperti itu lantaran selalu dibela sejumlah LSM.
"Kami ke situ, mereka bilang tidak ada urusan polisi di sini. Jernangan kami dirusak," kata Riduan. Kini menurutnya, hanya mobil saja yang masih tertahan, sedangan peneliti Unja telah diperbolehkan pulang. Pertemuan di Jambi, Polres mengaku tidak ikut. "Kita cuma standby saja," tandasnya. Sebelumnya dikabarkan, sejumlah peneliti Jambi ditahan SAD kelompok Tumenggung Supang.
Kejadian berdasarkan informasi terhimpun, bermula sewaktu rombongan Dr Bambang, dosen Fakultas Pertanian dan sejumlah mahasiswa melakukan penelitian di areal WKS, tepatnya di Sungai Bulian, Kecamatan Tebo Ilir.
Saat hendak membuka lahan guna menanam pohon Bulian, rombongan tidak sengaja menebang pohon pernang yang dianggap larangan di kalangan SAD setempat. Akibatnya, mereka ditahan kelompok SAD dan memintanya dikenai hukum adat berupa ganti rugi sebesar Rp 35 juta.
Menurut Humas PT WKS, Taufik yang mengetahui proses mediasi, Bambang datang ke WKS minta difasilitasi mediasi dengan SAD. SAD sepakat melepaskan rombongan Unja dengan kompensasi membayar denda adat.
"Kami sudah fasilitasi mediasi antara peneliti Unja dengan SAD Kelompok Tumenggung Supang, dan saat ini peneliti yang ditahan sejak hari Rabu (25/12) sudah boleh pulang," jelasnya, kemarin lewat sambungan ponsel. Awalnya kata Taufik, kelompok SAD meminta ganti rugi sebesar Rp 35 juta, namun setelah mediasi ganti rugi sepakat dibayar sebesar Rp 25 juta.
"Untuk pembayaran ganti rugi sebesar Rp 25 juta, akan dilakukan pada Selasa (31/12), sementara mahasiswa yang datanya masih belum kami ketahui tersebut, sudah boleh pulang," jelas Taufik. Ganti rugi lanjut Taufik, sebagian dibantu PT WKS, dan sisanya dari pihak Unja. "Kami membantu setengah untuk ganti ruginya, yang sebagian lagi mungkin dibayar pihak kampus," jelas Taufik.
Pihak Unja belum bisa dikonfirmasi terkait kabar kesepakatan damai itu. Kontak dengan Humas Unja, Ajidirman lewat ponselnya langsung terputus, meski dia sempat mengangkatnya.
Sumber :
Tribun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar