Benteng Otanaha terletak di Kelurahan Dembe I, Kecamatan Kota Barat, atau sekitar 20 menit perjalanan darat dari Kota Gorontalo. Lokasi benteng juga bersebelahan langsung dengan Danau Limboto, satu-satunya danau di Gorontalo. Untuk bisa masuk ke areal benteng, pengunjung harus membeli tiket.
Sesampainya di halaman kompleks benteng, pengunjung bisa menuju benteng dengan berjalan kaki melahap 351 anak tangga dengan kemiringan sekitar 60 derajat yang mengarah langsung ke puncak bukit. Cara lain adalah menggunakan mobil atau sepeda motor melewati jalan beraspal yang juga langsung ke puncak bukit. Terdapat areal parkir yang luas di kawasan itu.
Dari benteng di puncak bukit, pengunjung akan disuguhi pemandangan sebagian wilayah Kota Gorontalo, khususnya permukiman warga di tepian Danau Limboto. Rumah beratap seng tampak dari atas serta kendaraan yang berlalu lalang di jalanan juga tampak jelas. Dari benteng ini pula pemandangan utuh danau dari sisi barat bisa didapatkan.
”Seandainya Danau Limboto terbebas dari serbuan eceng gondok, itu akan membuat pemandangan dari benteng semakin cantik. Namun, kompleks Otanaha mempunyai daya tarik, yaitu berbagai macam burung yang ada dengan kicauannya yang ramai,” kata Rasyid Azhar (40), seorang karyawan swasta di Gorontalo, yang beberapa kali memilih Otanaha untuk berlibur bersama keluarganya, pekan lalu.
Idealnya, berwisata ke benteng Otanaha pada pagi atau sore hari. Matahari di Gorontalo pada siang hari cukup membuat kulit menjadi gosong. Suasana pagi atau sore cukup bagus bagi penggemar fotografi untuk mengambil foto dengan suasana benteng kuno.
”Saya dan beberapa teman di komunitas penggemar fotografi kerap berburu foto di Otanaha. Jika pencahayaan matahari pas, foto yang dibuat di Otanaha bisa menghasilkan gambar yang bagus. Otanaha juga kerap dijadikan lokasi pengambilan foto prewedding,” ucap Ady Winata (29), penggiat komunitas foto di Gorontalo.
Benteng Otanaha juga beberapa kali dipakai untuk pentas seni. Mahasiswa Jurusan Seni Drama Tari dan Musik Fakultas Sastra Budaya Universitas Negeri Gorontalo kerap berlatih atau pentas di benteng ini.
Sayangnya, kebersihan di Otanaha kurang terjaga. Bangku untuk berteduh penuh dengan coretan tangan pengunjung. Sampah sisa makanan atau botol minuman berserakan di mana-mana. Toilet umum di kompleks benteng tidak tersedia.
Ditemukan Naha
Benteng Otanaha terdiri atas tiga bangunan yang masing-masing berbentuk lingkaran. Benteng itu hanya berupa dinding tanpa atap. Tinggi dinding sekitar 1 meter dengan ketebalan sekitar 50 sentimeter. Konon, untuk merekatkan bebatuan yang digunakan pada dinding benteng, dipakailah putih telur burung maleo, yaitu jenis burung endemik Sulawesi.
Masing-masing benteng terletak berpisah. Adapun rata-rata diameter benteng itu hanya sekitar 10 meter. Antarbenteng dihubungkan jalan yang dibuat dari konblok dengan jarak paling jauh sekitar 50 meter. Adapun lantai benteng sudah tertutupi rerumputan.
Dari papan informasi pada bangunan di halaman masuk benteng terdapat keterangan, Otanaha terdiri dari dua kata, yaitu ota (bahasa Gorontalo berarti benteng) dan Naha yang tak lain adalah nama putra pasangan Raja Iluta dengan permaisuri Tolangohula. Selain Naha, Raja Iluta juga punya anak bernama Ndoba dan Tiliaya. Namun, saat remaja, Naha berkelana meninggalkan kampung halamannya.
Awal berdirinya benteng itu dimulai saat kapal milik Portugis terdampar di Gorontalo pada abad ke-15. Diduga kapal terdampar akibat cuaca buruk atau karena menghindari kejaran bajak laut. Setelah mendarat di Gorontalo, kapten kapal Portugis lantas menemui Raja Iluta untuk menjalin kerja sama.
Portugis dan kerajaan bersepakat membangun benteng sebagai pertahanan dari ancaman musuh yang bisa menyerang sewaktu-waktu. Namun, hubungan Portugis dengan Raja Iluta terputus di tengah jalan yang berujung dengan diusirnya Portugis dari Gorontalo. Naha, yang berkelana beberapa tahun lamanya, kembali pulang dan menemukan sisa benteng itu. Oleh warga Gorontalo, benteng itu dinamai Otanaha atau benteng yang ditemukan Naha.
Selain berwisata ke benteng, pengunjung juga mengunjungi Museum Pendaratan Soekarno di tepi Danau Limboto atau berjarak sekitar 10 menit dari benteng Otanaha. Museum itu didirikan untuk mengenang kunjungan Presiden Soekarno ke Gorontalo menggunakan pesawat amfibi serta mendarat di danau pada 1950 dan 1956.
kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar