Rhipidura habibiei sp.nov di Pulau Peleng, Sulawesi Tengah. Ilustrasi: Agus Priyono/LIPI |
Wilayah yang meliputi ribuan pulau antara kawasan Oriental dan Australasia, yang dimasukkan dalam tiga kelompok besar ini; Sulawesi dan pulau satelitnya, Kepulauan Maluku, serta Kepulauan Nusa Tenggara, selalu menantang untuk disibak potensi besarnya. Terutama peneliti, yang terusik akan temuan jenis baru, terutama burung.
Terbaru, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia [LIPI] melalui Pusat Penelitian Biologi menemukan sepuluh taksa baru burung di Sulawesi dan Maluku Utara. Temuan penting ini hasil kerja sama antara Pusat Penelitian Biologi LIPI dengan National University of Singapore, Singapura, saat survei enam minggu di Provinsi Sulawesi Tengah dan Maluku Utara, akhir 2013 hingga awal 2014 lalu.
Lokasi penelitiannya meliputi Pulau Peleng di Kepulauan Banggai, Pulau Batudaka di Kepulauan Togean [Sulawesi Tengah], serta Pulau Taliabu di Kepulauan Sula [Maluku Utara].
Dewi Malia Prawiradilaga, Profesor Riset Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI, dalam keterangan tertulisnya menyatakan, banyaknya taksa burung baru yang ditemukan dari ekspedisi ini menunjukkan Indonesia, terutama kawasan Wallacea memang istimewa. “Kejadian ini terulang setelah lebih dari 100 tahun lalu, setelah ekspedisi yang dilakukan Alfred Russel Wallace,” terangnya baru-baru ini.
Dewi menuturkan, kondisi alam berupa laut dalam di sekitar pulau-pulau tempat ekspedisi tersebut sangat mendukung terjadinya proses pembentukan jenis. “Atau dikenal dengan nama spesiasi.”
Sepuluh taksa baru ini terdiri lima jenis baru dan lima anak jenis baru. Untuk jenis baru adalah Rhipidura habibiei sp.nov. [Pulau Peleng], Locustella portenta sp.nov. [Taliabu], Myzomela wahe sp.nov. [Taliabu], Phyllocopus suara merdu sp.nov. [Peleng], dan Phylloscopus emilsalimi sp.nov. [Taliabu].
Sementara anak jenis baru yaitu Phyllergates cuculatus sulanus subsp.nov. [Taliabu], Phyllergates cucullats relictus subsp.nov. [Peleng], Cyornis omissus omississimus subsp.nov. [Batudaka], Turdus poliocephalus sukahujan subsp.nov. [Taliabu], serta Ficedula hyperythra betinabiru subsp.nov. [Taliabu].
Dari temuan baru itu, dua dari lima jenis burung tersebut diberikan kepada almarhum Presiden Republik Indonesia ke-3, BJ Habibie, dan tokoh cendekiawan Indonesia yang sangat berjasa pada lingkungan hidup, Emil Salim. “Ini bentuk penghargaan terhadap jasa-jasa kedua tokoh penting Indonesia yang sangat peduli terhadap lingkungan, juga sangat perhatian terhadap masa depan bangsa,” terangnya.
Dewi berharap, nama besar keduanya tetap abadi sebagai jaminan lestarinya jenis tersebut di alam liar. “Kehadiran burung liar sangat penting bagi kehidupan kita, sebagai warisan yang tak ternilai harganya,” tegasnya.
Frank E. Rheindt, profesor pada Department of Biological Sciences, National University of Singapore, mengatakan, ekspedisi ini sangat bersejarah dengan wilayah luar biasa. “Deskripsi terhadap banyaknya spesies burung, terhadap temuan baru ini, dari daerah yang secara geografis terbatas, sangat jarang terjadi,” ungkapnya, dikutip dari Phys.org.
Rheindt melanjutkan, penggunaan informasi sejarah Bumi dan batimetri dapat diterapkan kedepannya, untuk meneliti organisme darat dan wilayah lain di luar kepulauan Indonesia. “Tujuannya, untuk mengidentifikasi ditemukannnya taksa baru yang tentunya sangat penting bagi ilmu pengetahuan.”
Sepanjang ekspedisi, tim peneliti melihat bahwa ancaman terhadap Pulau Peleng dan Taliabu terjadi akibat rusaknya hutan. Sebagian besar hutan dataran tinggi di wilayah tersebut rusak akibat penebangan liar yang disertai potensi terjadinya kebakaran.
“Tindakan konservasi harus dilakukan untuk menyelamatkan keragaman hayati yang ada,” jelasnya.
Publikasi lengkap bisa cek di Mongabay.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar