Keragaman

[Keragaman][bleft]

Sain dan Teknologi

[Sains & Teknologi][bsummary]

Ekologi

[Ekologi][twocolumns]

Mengenal Potensi Porang (Amorphophallus muelleri) Untuk Masa Depan

Kompat Online - Porang adalah jenis umbi-umbian yang bentuknya tidak beraturan dan membuat gatal yang menyentuhnya. Paidi mengatakan bahwa umbi porang bisa diguhakan untuk bahan makanan dan kosmetik. Selama ini, menurut Paidi tanaman porang rata-rata tumbuh di bawah naungan pohon lain. Hal itu yang membuat masa tanam porang menjadi lebih lama hingga tiga tahun. Ia kemudian merubah pola tanam konvensional dengan membuat revolusi tanam baru.

Porang dan potensinya Kompas.com
Negara-negara tersebut, lanjut dia, mengimpor umbi ini salah satunya dari Indonesia. Sayangnya, penyedia umbi porang di Indonesia masih terbatas. Juanda mengatakan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) memperkenalkan budi daya umbi porang sebagai potensi baru bercocok tanam bagi pemuda dan masyarakat Desa Hegarmanah, Gunung Pendidikan Gunung Walat, Jawa Barat. Dijadikan chips

Juanda mengatakan sebelum diolah, porang dijadikan chips lalu dijadikan tepung sebelum dikirim ke luar negeri. Menurut Juanda, peluang pasar porang sangat besar, baik untuk pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. Untuk pangsa pasar dalam negeri, umbi digunakan sebagai bahan pembuat mie yang dipasarkan di swalayan, serta untuk memenuhi kebutuhan pabrik kosmetik sebagai bahan dasar.

Sementara itu, untuk pangsa pasar luar negeri, masih sangat terbuka terutama untuk tujuan Jepang, Taiwan, Korea dan beberapa negara Eropa. "Penurunan nilai ekspor komoditas porang, bukan karena permintaan pasar yang menurun, tetapi keterbatasan bahan baku olahan. Selama ini pasokan hanya dipenuhi dari pedagang kecil yang mengumpulkan umbi yang tumbuh liar di hutan atau di sekitar perkebunan dan lama kelamaan akan habis jika tidak diupayakan penanamannya," katanya.

Paidi menejelaskan bahwa untuk lahan satu hektar jika ditanami porang semuanya, dalam kurun dua musim atau sekitar 2 tahun, ia bisa mendapatkan yang Rp 800 juta. Omzet Rp 800 juta, bila dikurangi dengan biaya pengadaan bibit, pupuk, hingga pengolahan lahan sekitar Rp 100 juta, laba bersih mencapai Rp 700 juta. Fantastis bukan?

Tidak ada komentar:

Sejarah

[Sejarah][bsummary]

Makanan dan Pertanian

[Ekologi][twocolumns]