KOMPAT Online - Pulau Henderson yang berada di Samudra Pasifik Selatan menjadi berita utama beberapa tahun yang lalu. Pada saat itu, ditemukan 18 juta ton sampah plastik berserakan di pulau tidak berpenghuni tersebut.
(Sampah plastik yang menutupi permukaan pasir pantai dapat memengaruhi suhu. Perubahan suhu ini dapat berdampak negatif bagi ekosistem) |
Tim peneliti juga menemukan bahwa semua plastik itu memengaruhi suhu pasir di Pulau Henderson dan Kepulauan Cocos, di Samudra Hindia. Hasil studi yang dipublikasikan di Journal of Hazardous Materials pada bulan Agustus 2021, menunjukkan bahwa polusi plastik mengubah suhu pasir. Kondisi ini bisa menjadi masalah bagi penghuni pantai yang peka terhadap panas. Seperti kepiting, kerang dan siput, serta burung pantai dan penyu yang menggunakan pantai untuk bersarang.
Plastik membahayakan satwa liar dengan berbagai cara. Ketika burung, ikan, dan hewan besar lainnya memakan plastik, bahan tersebut dapat terjerat di dalam tubuh dan menyebabkan kerusakan. Plastik juga membuat hewan merasa kenyang, sehingga mereka berhenti makan dan akhirnya mati.
Kelomang mencoba menggunakan gelas plastik licin untuk cangkangnya, lalu tersangkut dan mati. Mikroplastik melarutkan bahan kimia ke dalam jaringan dan organ setelah dicerna, menimbulkan risiko potensial seperti kegagalan organ dan stres reproduksi.
Studi ini dilakukan oleh Jennifer Lavers, ahli ekotoksikologi kelautan di University of Tasmania. Untuk melacak polusi plastik dan mengukur suhu pasir, Lavers dan rekannya membuat jaringan seluas sepuluh petak seluas kira-kira tiga kaki persegi di seluruh Henderson dan Kepulauan Cocos.
Tim menghitung berapa banyak potongan plastik yang ada dan memasang sensor suhu di dua kedalaman, kira-kira sedalam 2 dan 12 inci di dalam pasir. Setelah sensor mengumpulkan data suhu selama tiga bulan, mereka menganalisis suhu per jam dan per hari. Dari data ditemukan bagaimana ritme sirkadian (suhu) dipengaruhi secara besar-besaran oleh tingkat permukaan plastik.
Satu atau dua derajat perubahan suhu saja dapat berdampak besar pada komunitas pesisir. Penghuni pantai berdarah dingin, seperti penyu, sangat berisiko. “Reptil adalah ektoterm—mereka berdarah dingin—dan mereka secara intrinsik terikat dengan karakteristik termal lingkungan mereka,” kata Leo Clarke, ahli ekologi laut di Universitas Bangor yang tidak terlibat dalam penelitian ini. Jadi suhu mempengaruhi banyak bagian dari siklus hidup mereka dan reproduksi pada khususnya.
Penyu mengubur telurnya di pasir dan .......
Jelajahi Lebih Lanjut di NG Indoneisa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar