Lonsor di Hutan Senggan, Foto : Indarto |
Hutan lidung Senggang adalah hutan yang teletak persis di kaki gunung LOMPO BATTANG (BUTTA LOMPOA) begitulah masyarakat Sulawesi Selatan menyebutnya. Di pinggiran hutan ini terdapat perkampungan Katimbang dan perkampungan Senggang, namun yang terdekat adalah perkampungan Senggang, yang tepat berada di perbatasan dalam hutan lindung Bulukumba kampong senggan. Di pekampungan ini hanya terdapat sembilan Kepala Keluarga dari dulu sampai tahun skarang 2013.
Hutan lindung Bulukumba kampong senggan adalah hutan tempat tinggal berbagai jenis hewan. Hewan-hewan ini merupakan hewan endemik Sulawasi diantaranya yaitu: Anoa (capi borong), kuskus (dampasa), Babi Rusa (Bahi), berbagai jenis burung khas daerah sulawesi dan berbagai jenis tumbuhan berupa berbagai jenis anggrek, tanaman berbunga, berbuah dan pohon langka. Namun pada kenyataannya saat ini hal tersebut seakan hanya tinggal dongeng belaka mengingat terancamnya kelestarian hutan pada daerah tersebut.
Ada beberapa hal menarik mengenai hutan lindung Senggang ini. Menurut data yang kami dapat dari hasil wawancara dari penduduk daerah sepinggiran hutan Senggan. Hutan ini banyak menyimpan berbagai mitos dan sejarah bangsa terutama sejarah panjang Sulawesi selatan. Di antara cerita yang kami dapat di dalam hutan yang terancam keberadaanya ini, terdapat beberapa peninggalan sejarah seperti BENTENG PENINGGALAN JAMAN PENJAJAHAN BELANDA DAN JEPANG, serta terdapat tempat bekas peninggalan orang CHINA. Menurut Daeng Ra’ali penduduk Asli setempat sekaligus tetua kampung Senggang. Beliau sering mengantar beberapa kelompok pecinta alam untuk mengunjungi situs peninggalan jaman kolonial Belanda dan jepang, namun yang menarik pehatian kami adalah adanya situs peninggalan bangsa China yang terdapat di dalam hutan.
Dalam EKSPEDISI yang kami lakukan dari KOMUNITAS PETA BUTA (KOMPAT) yang berangkat dari kelurahan Borongappoa dengan menggunakan sepeda motor, kami terdiri atas 1 tim yang beranggotakan lima orang. Jalan yami lalui tidak mulus karena masih jalan berupa tanah dan bebatuan sesekali kami mendapat jalan yang terbuat dari beton.
Dengan tujuan awal mengidentifikasi keaneka ragaman hayati yang terdapat dalam hutan lindung Senggang,setiba disana kami tercengangang oleh situasi yang nampak di daearah tersebut. Ada tiga pekampungan yang kami lewati dan ketiga pekampungan tersebut adalah Na’na, Katimbang dan Senggang. Ketiga pekampungan tersebut betul betul jauh dari yang namanya menikmati pembangunan, bahkan sarana terpenting saat ini yaitu aliran listrik belum menjangkau daerah tersebut, bahkan anak anak dari pekampungan senggang harus berjalan sejauh sekitar 3 km untuk sampai ke sebuah Sekolah Dasar. Miris rasanya melihat situasi ini karena Kabupaten Bulukuma merupakan kabupaten yang luas dan alamnya sangat kaya namun kehidupan masyarakatnya memprihatinkan. Penghasilan masyarakat setempat adalah dari hasil berkebun kopi, jagung dan berternak kambing. Sementara untuk memasarkan hasil panen mereka harus menepuh jarak berkilo-kilo meter jaunya dengan harga yg tidak sesuai dan tidak seharusnya.
Tujuan utama perjalanan kami adalah ingin melihat langsung satwa endemik Sulawesi yang terancam punah yaitu Anoa, menurut ceita yang kami dengar di kawasan hutan Senggang masih terdapat banyak sekali hewan tesebut dan masih di buru oleh masyarakat sekitar untuk di konsumsi dagingnya, sedangkan kulit, kuku dan tanduknya di gunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat sekitar.
Anoa adalah satwa endemik pulau Sulawesi, Indonesia. Anoa juga menjadi fauna identitas provinsi Sulawesi Tenggara. Satwa langka dan dilindungi ini terdiri atas dua spesies (jenis) yaitu: anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) dan anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis). Kedua satwa ini tinggal dalam hutan yang jarang dijamah manusia. Kedua spesies anoa tersebut hanya dapat ditemukan di Sulawesi, Indonesia. Diperkirakan saat ini terdapat kurang dari 5000 ekor yang masih bertahan hidup. Anoa sering diburu untuk diambil kulitnya, tanduknya dan dagingnya.
Kurangnya pemahaman dari masyarakat sekitar hutan mengakibatkan hewan ini terancam punah oleh perburuan. Menurut data yang kami himpun dari masyarakat sekitar waktu perburuan Anoa di daerah ini antara bulan agustus hingga oktober, di karenakan pada bulan tersebut cuaca cenderung bersahabat. Adpun metode berburu mereka masih sangat tradisional yaitu menggunakan anjing pemburu dan tombak untuk melumpuhkan hewat yang tekenal gesit dan liar ini.
Hewan lain yang menarik pehatian kami adalah Kuskus atau Beruang sulawesi yang juga terdapat di daerah hutan lindung Senggang. Bahkan menurut penduduk sekitar Kuskus yang berada di daerah ini ukurannya sangat jumbo. Namun sayang sekali waktu kami sangat terbatas saat melakukan perjalanan ekplorasi ke daeah ini, hanya dua hari kami berada di daerah ini hingga tak sempat menemui hewan langka tersebut.
Kuskus beruang sulawesi ( Ailurops ursinus ) merupakan salah satu jenis hewan endemik pulau sulawesi yang dilindungi oleh peraturan pemerintah no 7 tahun 1999. Hewan yang masuk dalam daftar merah spesies terancam IUCN 2008 ini adalah anggota dari genus Ailurops. Kuskus Beruang adalah hewan marsupial dan dari keluarga Phalangeridae. Bentuk tubuhnya yang besar seperti kucing bahkan bisa lebih ukurannya. Kuskus beruang ini ukurannya sangat besar dibandingkan dengan para kerabatnya di keluarga phalangeridae, oleh sebab itu mamalia ini di sebut dengan kuskus beruang karena bentuk tubuhnya seperti beruang.
Dari kedua hewan di atas kami juga menemukan fakta bahwa didalam hutan lindung Senggang masih tedapat beberapa jenis hewan yang perlu di beri perlindungn khusus.Dalam perjalanan selama dua hari tersebut kami dari tim ekspedisi KOMPAT melakukan observasi didalam hutan di hari pertama dari siang hari ketika kami samapai di tujuan hingga sore hari. Setelah menjelang malam malam kami memutuskan untuk membuat camp di pinggir sungai Senggang. Ketika menjelang malam kami di kejutkan oleh kedatangan beberapa hewan liar sepeti babi hutan dan hewan pengerat berukuran besar yang ke tepi sungai. Pada hari kedua kami melanjutkan kegiatan kami yaitu berkunjung ke perkampungan Senggang untuk melakukan wawancara kepada para warga, setelah bertanya kepada beberapa warga kami di beritahu bahwa ada seorang yang bernama Daeng Ra’ali yang tau banyak tentang sejarah dan keadaan hutan Senggang, kamipun bergegas menemui beliau.
Kami dari tim KOMPAT melakukan beberapa sesi tanya jawab dengan beliau. Dan dari sesi tanya jawab tesebut kami cukup tercengang. Beliau menuturkan bahwa beliau pernah menjadi pengikut setia dari pejuang Sulawesi Selatan yaitu KAHAR MUZAKKAR, dan beliau bersedia memberikan infomasi dimana saja tempat tempat persembunyian dari KAHAR MUZAKKAR selama berada di kampung Senggang.
Dari tanya jawab itu beliau dengan semangat menceritakan beberapa kisah. Diantara kisah tersebut beliau mengatakan bahwa dirinya sering di minta oleh beberapa orang KARAENG atau dulunya adalah penguasa daerah daerah di BULUKUMBA mengambil beberapa kayu yang di anggap memiliki khasiat tertentu seperti:
•Kaju SOMBA (kayu SOMBA).
Kayu somba adalah kayu yang menurut orang orang terdahulu adalah kayu keramat yang hanya bisa di miliki oleh para tetinggi adat atau penguasa penguasa tertentu.
•Kaju BABANG (kayu PANAS)
Kaju bambang ini menurut waga sekita dipercaya dapat mengakibatkan efek panas pada tubuh jika kayu ini di rendam dalam air lalu hasil rendamannya kemudian di minum.
Karena waktu kami yang terbatas yaitu hanya dua hari kamipun melangkahkan kaki meninggalkan Hutan dan Perkampungan Senggang. Kami lalu menapaki jalur yang kami lewati dua hari sebelumnya untuk kembali ke Kelurahan Borongrappoa. Berat rasanya meninggalkan tempat yang menyimpan banyak misteri dan keindahan alam tersebut.*toto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar