Keragaman

[Keragaman][bleft]

Sain dan Teknologi

[Sains & Teknologi][bsummary]

Ekologi

[Ekologi][twocolumns]

Kehancuran Flora dan Fauna Endemik Sulawesi di Hutan Lindung Senggang

Hutan Lompo Battang, Foto : Mutawakkil
Kompat-Online, Hutan lindung senggang berada diperkampungan senggang, Kelurahan Borongrappoa, Kecamatan Kindang. Hutan lindung senggang berjarak ± 5 km dari Kelurahan Borongrappoadan melewati perkampungan na’na, katimbang dan senggang. Dari Kelurahan Borongrappoa perkampungan na’na dapat diakses dengan menggunakan kendaraan roda dua (motor) dengan waktu sekitar 45 menit karena akses jalan yg cukup rumit. Dari perkampungan na’na membutuhkan waktu sekitar 60 menit untuk sampai di perkampungan senggang dengan berjalan kaki.

Menurut cerita masyarakat setempat, hutan lindung senggang merupakan hutan yang banyak dihuni spesies-spesies endemic Sulawesi Selatan. Beberapa diantaranya misalnya anoa, babi rusa, sapi hutan dan beberapa jenis tanaman anggrek. Juga terdapat mitos dan sejarah-sejarah peninggalan Belanda, Jepang dan China, seperti pernyataan masyarakat senggang (perkampungan terdekat dengan hutan lindung senggang). Berdasarkan data tersebut, kami dari Komunitas Peta Buta (KOMPAT) melakukan survey dengan beranggotakan 5 orang selama 2 hari.

Secara biologis, pulau Sulawesi adalah yang paling unik di antara pulau-pulau di Indonesia, karena terletak di antara kawasan Wallacea, yaitu kawasan Asia dan Australia, dan memiliki tingkat endemitas yang paling tinggi di Indonesia. Menurut Whitten et al. (1987) jumlah jenis-jenis mamalia, burung dan reptil yang ada di Sulawesi adalah berturut-turut 26, 27, dan 28% yang tidak terdapat di daerah lain, untuk jenis mamalia endemik akan naik sampai 98% bila kelelawar dikeluarkan.

Adapun tujuan awal dalam ekspedisi ini adalah untuk mengidentifikasi keanekaragaman hayati hutan lindung senggang seperti pernyataan kebanyakan orang tentang spesies-spesies yang dilindungi keberadaannya. Perjalanan kami mulai sejak pagi hari sabtu dan sampai ke tujuan (hutan lindung senggang) pada siang hari. Kami menyusuri kawasan hutan dan sungai senggang dengan harapan dapat melihat langsung spesies-spesies endemic yang disebutkan diatas. Malam hari kami memutuskan mendirikan tenda dalam hutan dan sampai keesokan harinya kami belum menemukan spesies tersebut. Siang hari kami memutuskan kembali ke perkampungan senggang untuk melakukan wawancara dengan Daeng Ra’ali, tetua kampong tersebut.

Hasil wawancara dengan beliau membuat kami tercengang baik berbicara masalah keberadaan hewan endemic Sulawesi Selatan yang terdapat di hutan senggang maupun benteng peninggalan sejarah Belanda, Jepang, China yang terdapat di butta lompoa serta kisah perjalanan Kahar Muzakkar di kampong tersebut. Namun beliau mengatakan keberadaan hewan seperti anoa sering diburu hingga keberadaannya saat ini terancam punah. Begitupun hewan lain dan benteng peninggalan sejarah Belanda yang sudah rusak. Sangat miris mendengar cerita beliau tentang perilaku orang yang tidak bertanggung jawab.

Data lain yang kami peroleh bahwa terdapat beberapa jenis kayu yang terdapat di Butta Lompoa, beliau menyebut diantaranya kaju bambang, tambara le’leng, dan kaju somba. Jenis kayu tersebut diyakini masyarakat setempat memiliki khasiat serta kegunaan masing-masing baik sebagai obat, tolak bala, dll. Bahkan beliau mengatakan sering memberikan jenis kayu tersebut kepada karaeng-karaeng di Kindang dan Gantarang.

Sangat banyak cerita menarik yang kami peroleh dan membuat kami ingin rasanya segera kembali melakukan ekspedisi session kedua bersama Daeng Ra’ali. Kami berharap dapat menyaksikan indahnya hutan lindung senggang dan dapat lestari di kemudian hari. Amiiiinnnn.*Akkili

Tidak ada komentar:

Sejarah

[Sejarah][bsummary]

Makanan dan Pertanian

[Ekologi][twocolumns]