IUPHHK-HA Sebagai Solusi Konflik Agraria Dari Pembangunan Kehutanan Indonesia
Foto: Hutan Tanaman rakyat Yang ADA di kabupaten Bulukumba.
Dalam kesempatan ini mari kita mengintip sejumlah pembangunan kehutanan di Indonesia. Beberapa tahun terakhir Indonesia dilaporkan The UN Food dan Agriculture Organization (FAO), menyebutkan angka kerusakan hutan di Indonesia periode Mei 2010 berkisar 500.000 hektare per tahun akibat konversi lahan menjadi perkebunan, pertanian dan yang lain adalah pengelolaan aset alam seperti minyak bumi, batu bara, nikel dan emas.
Dibalik pengelolahan dan konversi lahan tersebut, banyak masyarakat yang malah bernasib buruk. Salah satunya adalah tergusurnya masyrakat Adat Banding Agung Kab. Kelur dan beberapa masyarakat adat lain yang ada di kawasan Hutan Lindung maupun kawasan hutan konservasi. Kemungkinannya mereka tergusur adalah pencegahan pemanfaatan hutan oleh masyarakat Adat. Dalam beberapa advokasi lingkungan yang dilakukan sejumlah LSM Pemerhati Lingkungan ataupun Aliansi Adat dan lembaga-lembagai lain menganggap bahwa “mereka adalah penjaga hutan agar tetap lestari”. Kasus ini terjadi terus-menerus hingga mencapai 987 kasus konflik agraria sampai tahun 2013. Setiap kasus konflik yang terjadi diakibatkan oleh komunikasi antar dua pihak yang tidak pernah menyatu.
Pemerintah cenderung membuat program sendiri dalam kebijakan Depertemen Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup terkait pengelolaan kehutan. Di lain pihak masyarakat yang ada dalam kawasan menggap bahwa meraka telah bertahun-tahun menjaga alam sesuai dengan kealamian tanpa mengetahui perkembangan kebijakan pemerintah dan akhirnya diskomunikasi pun sering terjadi yang berkibat pada konflik yang berakhir pada penggusuran masyarakat yang menduduki kawasan itu.
Padahal dalam pembangunan Kehutanan, ada beberapa program yang sangan menguntungkan bagi masyarakat dalam dan luar kawasan hutan yang harus dikomunikasikan secara luas, hingga dapat di ekspos secara luas. Karena jarangnya terkspos, maka program pemerintah kehutanan dalam membangun Kehutanan yang sangat visioner yaitu dengan program fasilitasi hutan hak yang telah mendapatkan IUPHHK-HA (Ijin Usaha Pemanfatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam).
Pemerintah menetapkan beberapa kawasan di Indonesaia untuk dikelolah oleh masyarakat dalam kurung waktu 60+30 tahun. Masyarakat diberikan kesempatan untuk mengelolah hutan hak selama 90 tahun dengan mengantongi ijin kelolah. Dalam laoporan MFP (Multi-Stakeholder Forestry Programme) dalam akhir progaramnya melaporkan bahwa “ terdapat 63 unit menejemen hutan hak dengan luasan ± 35.000 hektar yang telah difasilitasi dan bahkan telah lulus audit legalitas kayu, dan masih banyak yang belum terealisasi dalam program ini. Termasuk diantara merupakan pengurusan ijin hutan hak yang baru dan belum teraudit”. Unit menejemen hutan rakyat yang berhasil difasilitasi ini tersebar di Provinsi Sumatera Utara, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.
Beberapa tahun kedepan kehutanan akan berkembang dengan progaram ini. Jadi lahan yang dulunya merupakan lahan konversi yang telah di tinggal dan tidak produktif akan menjadi hutan kelolah dengan status hutan hak.
Dibalik pengelolahan dan konversi lahan tersebut, banyak masyarakat yang malah bernasib buruk. Salah satunya adalah tergusurnya masyrakat Adat Banding Agung Kab. Kelur dan beberapa masyarakat adat lain yang ada di kawasan Hutan Lindung maupun kawasan hutan konservasi. Kemungkinannya mereka tergusur adalah pencegahan pemanfaatan hutan oleh masyarakat Adat. Dalam beberapa advokasi lingkungan yang dilakukan sejumlah LSM Pemerhati Lingkungan ataupun Aliansi Adat dan lembaga-lembagai lain menganggap bahwa “mereka adalah penjaga hutan agar tetap lestari”. Kasus ini terjadi terus-menerus hingga mencapai 987 kasus konflik agraria sampai tahun 2013. Setiap kasus konflik yang terjadi diakibatkan oleh komunikasi antar dua pihak yang tidak pernah menyatu.
Pemerintah cenderung membuat program sendiri dalam kebijakan Depertemen Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup terkait pengelolaan kehutan. Di lain pihak masyarakat yang ada dalam kawasan menggap bahwa meraka telah bertahun-tahun menjaga alam sesuai dengan kealamian tanpa mengetahui perkembangan kebijakan pemerintah dan akhirnya diskomunikasi pun sering terjadi yang berkibat pada konflik yang berakhir pada penggusuran masyarakat yang menduduki kawasan itu.
Padahal dalam pembangunan Kehutanan, ada beberapa program yang sangan menguntungkan bagi masyarakat dalam dan luar kawasan hutan yang harus dikomunikasikan secara luas, hingga dapat di ekspos secara luas. Karena jarangnya terkspos, maka program pemerintah kehutanan dalam membangun Kehutanan yang sangat visioner yaitu dengan program fasilitasi hutan hak yang telah mendapatkan IUPHHK-HA (Ijin Usaha Pemanfatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam).
Pemerintah menetapkan beberapa kawasan di Indonesaia untuk dikelolah oleh masyarakat dalam kurung waktu 60+30 tahun. Masyarakat diberikan kesempatan untuk mengelolah hutan hak selama 90 tahun dengan mengantongi ijin kelolah. Dalam laoporan MFP (Multi-Stakeholder Forestry Programme) dalam akhir progaramnya melaporkan bahwa “ terdapat 63 unit menejemen hutan hak dengan luasan ± 35.000 hektar yang telah difasilitasi dan bahkan telah lulus audit legalitas kayu, dan masih banyak yang belum terealisasi dalam program ini. Termasuk diantara merupakan pengurusan ijin hutan hak yang baru dan belum teraudit”. Unit menejemen hutan rakyat yang berhasil difasilitasi ini tersebar di Provinsi Sumatera Utara, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.
Beberapa tahun kedepan kehutanan akan berkembang dengan progaram ini. Jadi lahan yang dulunya merupakan lahan konversi yang telah di tinggal dan tidak produktif akan menjadi hutan kelolah dengan status hutan hak.
Foto: Salah Satu PETA Kawasan Yang telah mengantongi IJN Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat-(IUPHHK-HTR) Yang telah mendapat SK Bupati Pinrang Pemanfaatan Diposkan oleh No 522/108/2011.