Kerusakan hutan yang berakibat pada pengurangan tutupan hutan sangat berpengaruh besar bagi kelangsungan hidup. sangat banyak dampak yang dapat ditimbulakn baik bagi pemerintah, masyarakat, dan kelangsungan hidup flora dan fauna serta kelestarian alam. jika daerah tutupan hutan menurun maka dapat menimbulkan banjir, kemarau panjang, kekeringan, kurangnya tumpuan air tanah, hingga tanah longsor.
1.Perkembangan dalam segala bidang menuntut peningkatan kebutuhan yang melunjak akan sumber daya alam.
2.Industry merupakan lanjutan dari era modernisasi, yang akan menuntut kebutuhan yang melesat tajam seiring dengan perkembangan jaman. Misalnya industry pengolahan kayu, yang jika sumber bahan baku legal telah habis akan merambah pada niat-niat buruk yang akan merusak hutan.
3.Fenomana lain yang sering pula terjadi jika sumber bahan baku menipis adalah pasar gelap dan illegal.
4.Penebang kayu illegal dapat bersumber dari masyarakat sekitar hutan karena tingginya tingkat kemiskinan dan merasa tidak mendapat manfaat langsung dari hutan.
5.Jika hutan rakyat telah habis makan akan merambah pada hutan Negara.
Melihat siklus tersebut, muncul pertanyaan "siapa yang salah"?. Berbagai cara telah dilakukan, misalnya di daerah jawa. Perhutani, melalui SK Nomor 136/Kpts/Dir/2001 dengan mengeluarkan Program Pengelolaan Hutan Bersama Rakyat (PHBM). program tersebut dimaksudkan agar masyarakat dan pemerintah terlibat langsung dalam pengelolaan hutan. masyarakat akan sadar dengan mendapat manfaat dari keberadaan hutan di sekitarnya. Namun, program tersebut belum juga menjadi solusi yang tepat.
PHBM 2001, belum melibatkan rakyat secara penuh dan aktif. dalam pelaksanaannya, Perhutani yang secara otoritas dalam pelaksanaan program tersebut melakukan perjanjian dengan petani meliputi standar upah pekerja/penanam, mewajibkan penanaman jenis tanaman tertentu, dan persentase bagi hasil. perjanjian tersebut sangat tidak adil, terutama dalam hal persentase bagi hasil. pasalnya, perhutani hanya menyiapkan lahan sementara petani menggarap (dengan meluangkan tenaga dan waktu), menanam, memelihara dan menjaga hutan. sementara itu, petani memperoleh upah tanam, diperbolehkan menanam tanaman pakan ternak di bawah pohon yang ditetapkan perhutani, mengambil kayu bakar saat tebang pilih pertama, dan bagi bagi hasil saat pohon di tebang dengan persentase perhutani 75 % dan petani sisanya. Apakah salah jika warga sekitar hutan melakukan pengrusakan hutan dengan pemikiran bahwa tidak mendapat manfaat secara langsung dengan keberadaan hutan?
Perlu perhatian bersama dalam menangani kelestarian hutan. Pemerintah, masyarakat dan berbagai pihak perlu bekerjasama untuk kelestarian alam ini.
Ref :
Retno W, Lutfi. 2012. Sebuah cerita Dari Hutan Jawa. Penerbit : Javlec
Alur proses kerusakan huatan. Kreator : Mutawakkil/KOMPAT |
2.Industry merupakan lanjutan dari era modernisasi, yang akan menuntut kebutuhan yang melesat tajam seiring dengan perkembangan jaman. Misalnya industry pengolahan kayu, yang jika sumber bahan baku legal telah habis akan merambah pada niat-niat buruk yang akan merusak hutan.
3.Fenomana lain yang sering pula terjadi jika sumber bahan baku menipis adalah pasar gelap dan illegal.
4.Penebang kayu illegal dapat bersumber dari masyarakat sekitar hutan karena tingginya tingkat kemiskinan dan merasa tidak mendapat manfaat langsung dari hutan.
5.Jika hutan rakyat telah habis makan akan merambah pada hutan Negara.
Melihat siklus tersebut, muncul pertanyaan "siapa yang salah"?. Berbagai cara telah dilakukan, misalnya di daerah jawa. Perhutani, melalui SK Nomor 136/Kpts/Dir/2001 dengan mengeluarkan Program Pengelolaan Hutan Bersama Rakyat (PHBM). program tersebut dimaksudkan agar masyarakat dan pemerintah terlibat langsung dalam pengelolaan hutan. masyarakat akan sadar dengan mendapat manfaat dari keberadaan hutan di sekitarnya. Namun, program tersebut belum juga menjadi solusi yang tepat.
PHBM 2001, belum melibatkan rakyat secara penuh dan aktif. dalam pelaksanaannya, Perhutani yang secara otoritas dalam pelaksanaan program tersebut melakukan perjanjian dengan petani meliputi standar upah pekerja/penanam, mewajibkan penanaman jenis tanaman tertentu, dan persentase bagi hasil. perjanjian tersebut sangat tidak adil, terutama dalam hal persentase bagi hasil. pasalnya, perhutani hanya menyiapkan lahan sementara petani menggarap (dengan meluangkan tenaga dan waktu), menanam, memelihara dan menjaga hutan. sementara itu, petani memperoleh upah tanam, diperbolehkan menanam tanaman pakan ternak di bawah pohon yang ditetapkan perhutani, mengambil kayu bakar saat tebang pilih pertama, dan bagi bagi hasil saat pohon di tebang dengan persentase perhutani 75 % dan petani sisanya. Apakah salah jika warga sekitar hutan melakukan pengrusakan hutan dengan pemikiran bahwa tidak mendapat manfaat secara langsung dengan keberadaan hutan?
Perlu perhatian bersama dalam menangani kelestarian hutan. Pemerintah, masyarakat dan berbagai pihak perlu bekerjasama untuk kelestarian alam ini.
Ref :
Retno W, Lutfi. 2012. Sebuah cerita Dari Hutan Jawa. Penerbit : Javlec
Tidak ada komentar:
Posting Komentar