'Pahlawan lingkungan' Lahir dari Perempuan Amazon, Nemonte Nenquimo
Kompat Online - Seorang perempuan pemimpin masyarakat adat di hutan hujan Amazon di Ekuador dianugerahi penghargaan lingkungan Goldman Environmental Prize 2020.
Nemonte Nenquimo terpilih karena keberhasilannya melindungi 500.000 hektare hutan hujan dari pengeboran minyak bumi.
Dia dan anggota masyarakat adat Waorani menggugat pemerintah Ekuador atas rencana mereka menjual area komunitas adatnya.
Nemonte Nenquimo Sumber : google.com |
Kemenangan atas kasus legal mereka menjadi preseden hukum bagi hak-hak masyarakat adat.
'Hutan hujan kami tidak untuk dijual'
Bagi Nemonte Nenquimo, melindungi lingkungan bukanlah sebuah pilihan, melainkan warisan yang dia putuskan untuk lanjutkan.
"Suku Waorani selalu menjadi pelindung, mereka mempertahankan wilayah dan budaya mereka selama ribuan tahun," ujarnya kepada BBC.
Masyarakat adat Waorani
- Memiliki anggota 5.000 orang
- Pemburu dan peramu tradisional yang tinggal di permukiman kecil yang ditinggali sesama marga
- Termasuk orang-orang yang terakhir yang berhubungan dengan dunia luar: pada 1958 misionaris AS datang ke wilayah itu
Wilayah Waorani tumpang tindih dengan Taman Nasional Yasuni, salah satu ekosistem paling beraneka ragam di dunia
80% dari suku Waorani sekarang tinggal di daerah sepersepuluh dari luas tanah leluhur mereka 2px presentational grey line
Nenquimo mengatakan bahwa dia masih kecil dia suka mendengarkan para tetua menceritakan kisah tentang bagaimana masyarakat adat Waorani hidup sebelum mereka misionaris datang pada tahun 1950-an.
"Kakek saya adalah seorang pemimpin dan dia melindungi tanah kami dari serbuan orang luar, dia benar-benar mempelopori perlawanan itu dengan menghadapi para penyusup, dengan tombak di tangan."
Nenquimo mengatakan bahwa sejak usia lima tahun, dia didorong oleh para tetua untuk menjadi pemimpin.
"Secara historis, perempuan Waorani yang mengambil keputusan, laki-laki berperang," jelasnya.
"Perempuan Waorani membuat pria mendengarkan mereka dan baru setelah kami berhubungan dengan misionaris evangelis, kami diberi tahu bahwa Tuhan menciptakan Adam dan bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam, saat itulah kebingungan [tentang peran perempuan] dimulai. "
Namun Nenquimo berkukuh bahwa peran perempuan dalam komunitas Waorani tetap menduduki peran kunci.
"Ketika mengambil keputusan, para perempuan tidak akan memukul, dan semua orang mendengarkan".
Nemonte Nenquimo mengatakan bahwa dia mungkin perempuan pertama yang dipilih sebagai ketua Suku Waorani di Provinsi Pastaza tetapi "ada banyak pemimpin perempuan" di antara masyarakat adat Waorani lain, yang dia katakan telah membimbingnya dalam perjuangan untuk melindungi wilayah mereka dari minyak ekstraksi.
Saat Nenquimo tumbuh di daerah hutan hujan di mana tidak ada pengeboran minyak, dia ingat pertama kali ayahnya mengajaknya mengunjungi bibinya, yang tinggal di dekat sumur minyak.
"Kami pergi dengan kano, lalu berjalan selama 19 jam dan meskipun kami masih jauh dari sumur, saya bisa mendengar suaranya," kenangnya.
"Saya berusia 12 tahun, dan dampak yang ditimbulkannya sangat kuat, melihat api dan asap keluar dari sumur minyak."
Namun bukan hanya dampak lingkungan yang membuatnya terkejut, tapi juga dampak negatifnya terhadap kehidupan di permukiman masyarakat adat Waorani di sekitar sumur minyak itu.
"Bibi saya memberi tahu saya bahwa hidup tidak ada gunanya, semua putranya bekerja di industri minyak dan dengan uang yang mereka peroleh, mereka membeli alkohol. Beberapa menjadi kasar dan akan memukul istri mereka," kenangnya.
"Saya tidak tahu bagaimana orang bisa tinggal di sana, dengan semua kebisingan itu, tidak seperti rumah saya di [komunitas asli] Nemonpare, di mana semua yang Anda lihat di malam hari adalah bintang dan yang Anda dengar hanyalah suara binatang."
etika hampir 20 tahun kemudian, pada tahun 2018, pemerintah Ekuador mengumumkan bahwa mereka akan melelang 16 konsesi minyak baru yang mencakup tujuh juta hektar hutan hujan Amazon, Nenquimo memimpin perlawanan terhadap konsesi tersebut.
Pada usia awal 30-an, dia bukan hanya pemimpin Waorani di Pastaza tetapi juga salah satu pendiri Ceibo Alliance, sebuah organisasi nirlaba yang dipimpin oleh masyarakat adat yang memperjuangkan hak dan budaya adat.
Masyarakat suku Amazone |
Dia meluncurkan kampanye digital "Hutan hujan kita tidak untuk dijual" yang mengumpulkan hampir 400.000 tanda tangan dari seluruh dunia untuk menentang pelelangan.
Kemenangan hukum yang menentukan preseden
Dia juga bertindak sebagai penggugat dalam gugatan terhadap pemerintah Ekuador dengan alasan bahwa pemeirntah belum memperoleh persetujuan sebelumnya dari Suku Waorani untuk menempatkan lahan - yang sebagian besar tumpang tindih dengan wilayah Waorani - untuk dilelang.
Pada April 2019, hakim dalam kasus tersebut memenangkan Suku Waorani. Putusan itu tidak hanya melindungi 500.000 hektare dari pengeboran minyak, tetapi juga berarti bahwa pemerintah harus memastikan persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan sebelum melelang lahan lain di masa mendatang.
Keputusan yang menentukan preseden dirayakan oleh para aktivis lingkungan di seluruh dunia sebagai kemenangan langka hak-hak masyarakat adat atas bisnis besar dan pemerintah.
Tapi Nenquimo mengatakan dia dan sesama masyarakat adat Waorani selalu yakin akan kemenangan.
"Kami sangat yakin bahwa wilayah ini adalah milik kami karena kami adalah orang-orang yang tinggal di sini, kami tidak bisa membiarkan ini terjadi."
Pengadilan yang memenangkan Waorani telah memerintahkan badan legislatif Ekuador - Majelis Nasional - untuk mengesahkan RUU yang akan mewajibkan persetujuan sebelumnya dalam hukum.
Namun awal bulan ini, para pemimpin adat, termasuk Nenquimo, mengatakan RUU tersebut telah disusun tanpa masukan dari perwakilan adat.
"Penghargaan ini diharapkan akan memberi kami dan perjuangan kami lebih banyak diketahui dan menciptakan kesadaran bahwa kami bertindak demi kebaikan planet ini," katanya.
Pemenang penghargaan global lainnya tahun ini berasal dari Ghana, Prancis, Myanmar, Bahama, dan Meksiko.
Laporan oleh editor Amerika Latin News Online, Vanessa Buschschlüter.
Sumber : BBC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar